Pengertian Pembelajaran
![]() |
Pembelajaran |
Pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan
terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah
teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati:
“ Anda telah melihat individu
mengalami pembelajaran, melihat individu berperilaku dalam cara tertentu
sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari Anda (bahkan saya rasa
mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu tahap dalam hidup Anda.
Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi
ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari
pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku
sebelumnya.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Di
sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan,
guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran
hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi
pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa
pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur
melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain
pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan
kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target
belajar.
Teori pembelajaran
Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana
seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik,
pengkondisian operan, dan pembelajaran sosial.
Pengondisian klasik
Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang
memperkenalkan Teori Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana
individu merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons
baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing
mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan
pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.
Pengondisian operant
Pengkondisian operan adalah jenis
penglondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan
penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang
perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari
konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian,
penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku
tersebut diulangi.
Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengkondisian klasik, oleh
psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengkondisian operan. Skinner
mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti
bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut[5].
Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa
orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengkondisian operan,
teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi. Teori
ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya
persepsi dalam pembelajaran.
Prinsip-prinsip pembelajaran
Berikut
ini adalah prinsip umum pembelajaran yang penulis rangkum dari beberapa pakar
pembelajaran yang meliputi:
Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan
belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa
adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran
akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan,
diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran
yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya.
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan
- bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;
- berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut;
- Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi
dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta
didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya.
Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan,
memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.
Keaktifan
Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif.
Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan
aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga
tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila
anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut
apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus
datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan
tansformasi.
Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham.
Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham.
Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah
mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh
seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat
secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat
tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya.
Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya.
Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:
“ apa yang saya dengar, saya lupa;
apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari
kata-kata bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan
langsung dalam pembelajaran. ”
Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah
teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang
ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan
maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu
diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan
akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi
maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang.
Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.
Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.
Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa
siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah
diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru
dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha
mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul
motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran
harus menantang.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.
Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan
adalah teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner.Kunci dari teori
ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah
erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika
disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan
efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu
menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi
lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil
yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
Perbedaan Individual
Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana
masing-masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi,
minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal
latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus
memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang
sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri,
maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya
pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang
memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di
kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan
membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang
tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku adalah
secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang
individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara
pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman,
dan peniadaan.
0 comments:
Post a Comment