Pengertian Tasawuf
Tasawuf |
Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: ???? , ) adalah
ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq,
membangun dhahir dan batin serta untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam
Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat
(pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang
Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[butuh rujukan]. Pemikiran
Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar
ke seluruh belahan dunia.
Etimologi
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata
"Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (???),
bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para
asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol.
Ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan dalam
sholat. Suatu teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi
adalah Safa (???), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada
Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Sejarah paham
Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal usul ajaran
tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri.
Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasauf sangat lah membingungkan.
Sebagian
pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang
sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah
Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang
yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah
masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari
kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk
mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan
berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada
waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit
domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi
penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian
disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang
penganut paham tersebut disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal usul ajaran
tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata
"beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti
telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf
yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad .
Pendapat
lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam pada zaman
Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor
politik.Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan
kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan
Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap
bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka
melakukan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah
duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf
yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian
diikuti oleh figur-figur lain seperti Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah
al-‘Adawiyah.
Definisi Sufisme
- Yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).
Pendapat
yang mengatakan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah
Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan
aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang
tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat
mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995)
Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd
al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para
sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup
berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali
apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374),
Sufi tidak lain adalah ajaran untuk
mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut dalam hadist) atau mencapai status
muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada ALLAH).
Tasawuf adalah penafsiran bathin
(psikologis) dari ayat-ayat Quran seperti : Perumpamaan orang-orang yang
mengambil pelindung-pelindung selain ALLAH adalah seperti laba-laba yang
membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui (Quran, 29:41). Dalam Tasawuf, yang dimaksud pelindung
dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara psikologis, sebagaimana kita
ketahui manusia banyak menggantungkan keberhargaan dirinya kepada dunia
(seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dll). Dalam Tasawuf, keberhargaan
diri hanya boleh digantungkan kepada ALLAH. Karena jika memang mereka percaya
ALLAH adalah yang paling kuat dan berharga, maka menggantungkan kepada selain
ALLAH adalah taghut (sesembahan). Inilah kenapa dalam tareqahnya, seorang Sufi
(penempuh Tasawuf) harus bisa menjadikan ALLAH sebagai satu-satunya sumber
kekuatan dan penghargaan dirinya. Dalam istilah lain, Tasawuf adalah ajaran
untuk mencapai Tauhid secara bathin (psikologis).
Sisi psikologis (bathin) yang terdapat
dalam ajaran-ajaran Kristen, Budha, dll sebaiknya tidak menafikan keberadaan
Tasawuf sebagai sisi psikologis (bathin) dalam ajaran Islam. Hal ini karena
Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus sepenuhnya baru dari ajaran-ajaran
yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam ajaran-ajaran yang sebelumnya ada
malahan memperkuat status Tasawuf karena tentunya harus ada garis merah antara
agama-agama yang besar, karena kemungkinan besar ajaran-ajaran tersebut dulunya
sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran yang mirip dengan Tasawuf
sebagai sisi bathin (psikologis) dari ajaran Islam.
Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:
Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu
pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya
menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme,
pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah
asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De
Woestijne).
(Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke
leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang
mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali
(als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan
selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).
Al Quran pada permulaan Islam diajarkan
cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya.
Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian
menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk
Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah
mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan
ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing.
Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian
diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang
sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster
atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam
kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang
ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik
(akibat paham mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum
Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan
jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang
berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan
memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).
Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur,
yaitu Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal
perkembangan Agama Islam, Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber
dari agama-agama non Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham
tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur
ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf
walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz,
1980)
Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah
di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba
(Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, hal
itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi
Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah
berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan
juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang
terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda
dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul
ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga
dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah
Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi
ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi
dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal.
28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc)
Tokoh tasawuf di Indonesia
Tokoh –tokoh yang memengaruhi tasawuf di Indonesia yaitu:
Syeikh ‘Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri Pondok
Pesantren Suryalaya, Hamzah Al-Fasuri, Nurddin Ar-Raniri, Syekh Abdurrauf
As-Sinkili, Syekh Yusuf Al-Makasari dan Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi
Al-Husaini,
Adapun
tokoh-tokoh Tasawuf yang berpengaruh di Cirebon diantaranya ialah Syekh Syarif
Hidayatullah atau yang lebih populer dengan sebutan Sunan Gunungjati, Syekh
Nurjati, guru dari Sunan Gunungjati, Syekh Abdullah Iman atau yang terkenal
dengan sebutan Pangeran Cakrabuana, Syekh Mulyani atau yang terkenal dengan
sebutan Syekh Royani yang melahirkan para ulama di Srengseng, sebuah desa yang
terkenal di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Mbah Kriyan, Syekh
Tholhah yang menjadi guru dari Syeikh 'Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a.,
Syekh Jauharul Arifin pendiri Pondok Pesantren Al-Jauhariyah Balerante,
Palimanan, Kabupaten Cirebon, dan tokoh-tokoh Cirebon yang lain.
Contoh paham
Berikut
contoh paham Sufi atau paham tasauf:
Kedudukan
syariat dalam empat tingkatan spiritual
Empat
tingkatan kedalaman beragama
Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang
menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam,
syariat, tariqah atau tarekat, hakikat. Tingkatan keempat, ma'rifat, yang 'tak
terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari
kempat tingkatan spiritual tersebut.
Sebuah
tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai
tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh,
jika seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal
ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami
hakikat, maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan
tarekat.
Paham kesatuan wujud
Paham kesatuan wujud adalah paham yang dibawa oleh Ibnu Arabi
pada abad ke-3 Hijriah. Tokoh-tokohnya antara lain adalah Ibnu Arabi, Mansur al
Hallaj, dan Jalaludin Rumi. Paham ini ditolak oleh Al Ghazali dan Ibnu Taymiah.
SUNTINGAN AJARAN SYEKH RUSLAN AD-DIMASYQI
Ketika
tidak ada gerak bagimu untuk dirimu sendiri maka sempurna yakinmu, dan ketika
tidak ada wujudmu bagimu maka sempurna tauhidmu. Maknanya: ketika kamu fana dari wujudmu karena
tidak adanya pandanganmu terhadap wujudmu sama sekali, dengan cara kamu tidak
melihat wujud bagi dirimu beserta wujud Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia,
maka sempuna tauhidmu. Hal itu, karena kamu telah menyatakan Gusti-mu dan kamu
mempertimbangkan pandanganmu didalamnya. Maka kamu melihat wujudmu, yaitu semua
amalmu dari Allah swt sebagi ciptaan, maka ketika ini, kamu tidak melihat wujud
kecuali Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia. Maka ketika itu telah sempurna
tauhidmu. Karena hamba selagi melihat wujud dan amalnya sendiri, maka tidak
sempurna tauhidnya menurut para muwahhidiin muhaqqiqiin para petauhid sempurna.
Karena dia masih melihat dirinya dapat beramal yang amal itu keluar dari
dirinya. Berbeda dengan muwahhidiin muhaqqiqiin (para petauhid sempurna), dia
(mereka) telah hilang dari wujud dirinya yang majazi dan rusak dengan sebab
wujud Allah swt yang Maha Ada yang kekal dan hakiki. Hal itu ketika Allah swt
telah memberikan kenyataan padanya tentang hakikat-hakikat, lalu dia melihat
dengan cahaya Tuhan-nya yang telah dititipkan pada relung hatinya, bahwa
sesungguhnya Allah swt telah mewujudkan dirinya dengan anugerah-NYA dan
menolongnya dengan kasih-NYA, kemudian dia tidak melihat dalam wujud selain
Allah swt dan tidak melihat kasih selain Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia,
maka sempurnalah tauhidnya.
Paham Tasawuf al-Banjari
Menurut al-Banjari, kaum wujudiyyah (orang-orang yang
memahami tentang wahdatul wujud) itu ada dua golongan: wujudiyyah mulhid dan
wujudiyyah muwahhid. wujudiyyah mulhid termasuk golongan yang sesat lagi
zindiq. Wujudiyyah muwahhid, menurut dia, “yaitu segala ahli sufi yang
sebenarnya”, mereka dinamakan kaum wujudiyyah ”karena bicaranya dan
perkataannya dan itikadnya itu pada wujud Allah”. Ia tidak menjelaskan isi
ajaran mereka, tetapi sebagai lawan dari wujudiyyah mulhid tadi, wujudiyyah
muwahhid tentu tidak menganggap bahwa Allah tidak “tiada maujud melainkan di
dalam kandungan wujud segala makhluk”, atau “bahwa Allah itu ketahuan zat
(esensi)-Nya nyata kaifiat-Nya dari pada pihak ada. Ia waujud pada kharij dan
pada zaman dan makan”, dan tidak pula membenarkan pernyataan-pernyataan
seumpama “tiada wujudku, hanya wujud Allah”, dan sebagainya, yang mencerminkan
pandagan wujudiyyah mulhid itu. Keterangan al-Banjari mengenai ajaran kaum
wujudiyyah mulhid itu kelihatan sangat mirip dengan keterangan ar-Raniri, yang
dalam abad sebelumnya menyanggah penganut-penganut di Aceh.
Berdasarkan penjelasan ini, pada dasarnya sama dengan ajaran
wahdah al-wujud Ibnu Arabi. Ajaran ini juga memandang alam semesta ini sebagai
penampakan lahir Allah dalam arti bahwa wujud yang hakiki hanya Allah saja
-alam semesta ini hanya bayangan- bayang-Nya. Dari satu segi, ajaran ini
kelihatan sama dengan ajaran tauhid tngkat tertinggi. Kedua ajaran itu
memandang bahwa wujud yang hakiki hanya satu-Allah, tetapi dari lain segi
wujudiyyah muwahhid dan wihdah al-wujud ini tidak sama dengan pandangan “bahwa
yang ada hanya Allah” dalam ajaran yang terakhir ini hanya tercapai dalam
keadaan yang disebut fana, yakni terhapunya kesadaran akan wujud yang lain,
sedang dalam ajaran wihdah al-wujud, pandangan tersebut kelihatan sebagai hasil
penafsiran atas fenomena alam yang serba majemuk ini.
Di
samping itu, pandangan tauhid tingkat tertinggi itu, nampaknya didasarkan atas
asumsi bahwa esensi Allah yang mutlak itu dapat dikenali secara langsung, tanpa
melalui penampakan lahir-Nya, asumsi ini dibantah oleh Ibnu Arabi, karena
menurut dia Allah hanya bisa dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Naskah
Klasik [6] Keagamaan Nusantara I Cerminan Budaya Bangsa, Departemen Agama RI,
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Puslitbang Lektur Keagamaan, 2005:
49-50).
Tasawuf dan ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang pada zaman Yunani kuno diberi citra,
bahkan diidentikkan dengan filsafat. Tasawuf sebagai ilmu juga diarahkan untuk
kepentingan agama (Kristiani), baru memperoleh sifat kemandiriannya semenjak
adanya gerakan Renaissance dan Aufklarung. Semenjak itu pula manusia merasa
bebas, tidak mempunyai komitmen dengan apa atau siapapun (agama, tradisi,
sistem pemerintahan, otoritas politik dan lain sebagainya) selain komitmen
dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam menentukan cara
dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.
Kesenian sufi
Sufisme telah menyumbang cukup banyak puisi dalam Bahasa
Arab, Bahasa Turki, Bahasa Farsi, Bahasa Kurdi, Bahasa Urdu, Bahasa Punjab,
Bahasa Sindhi, yang paling dikenal mencakup karya dari Jalal al-Din Muhammad
Rumi, Abdul Qader Bedil, Bulleh Shah, Amir Khusro, Shah Abdul Latif Bhittai,
Sachal Sarmast, Sultan Bahu, tradisi-tradisi dan tarian persembahan seperti
Sama dan musik seperti Qawalli.
Kesenian Sufi Cirebon
Di Cirebon, kesenian yang berhubungan dengan Kesenian Sufi
ini adalah Brai, Gembyung, Terbang, Genjring Santri, dan lainya. Kebanyakan
Jenis Kesenian yang beredar di Cirebon terkait dengan perkembangan paham
tasawuf tersebut.
Beberapa
buku yang telah di tulis oleh para seniman, budayawan, dan sejarahwan Cirebon
menguatkan anggapan ini. Buku-buku yang memuat tentang kesenian Cirebon yang
berakar pada ajaran tasawuf ini diantaranya adalah Budaya Bahari Sebuah
Apresiasi di Cirebon yang di tulis oleh Rokhmin Dahuri dkk pada tahun 2004 dan
di cetak oleh PNRI. Selanjutnya buku Deskripsi Kesenian Cirebon yang di susun
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaupaten Cirebon yang salah satu anggota
penyusunnya adalah Bapak Kartani. Dalam banyak kesempatan Kartani selalu
menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena media kesenian sangat cocok untuk
berdakwah pada saat itu Mertasinga 2004.
Jika
seni dan kesenian dijadikan sebagai media dakwah, maka sangat munfisme/tasawuf
yang selalu menitik beratkan pada niat baik dalam segala aktiitas yang
dijalnkannya.
tasawuf
itu sulit didefinisikan agar dapat dipahami dengan mudah
Doa Sarmadiyah
DOA SARMADIYAH : Yang orang banyak menyebutnya dengan “Doa
Ilmu Cahaya Ilahi” merupakan amalan dari Syaikh Abu Hayyullah AL-Marzuki
Al-Maliky yang di kutib dari kitabJawahirul Lama’ah, beliau ini merupakan
ulama ahli hikmah pada abad 7 Hijriah,
bermazhab Maliky. Sesuai dengan maksud isi doanya, Insy Allah dengan izinNya
akan membukakan hijab gerbang pintu makrifat dan kasyaf (terbukanya tirai) hati
anda dan anda dapat dengan mudah menyelami samudara pengertian-pengertian sir-sir
ilmunya Allah yang maha agung dan luas. untuk mengetahui isi doanya
silahkan kunjungi blog beriku di bawah
0 comments:
Post a Comment