(DISCOVERY LEARNING/DL)
Proses
pembelajaran,sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentangStandarProsesPendidikanDasardanMenengah,sepenuhnyadiarahkan pada pengembangan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan
diperkuat dengan menerapkan beberapa model pembelajaran diantaranya
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
memahami model ini dan penerapannya pada pembelajaran Matematika SMP/MTs,
silahkan Anda mencermati uraian berikut
dan mendiskusikannya.
A. DEFINISI DAN KONSEP DL
1. DefinisiDiscovery Learning
DiscoveryLearningadalahproses pembelajaran
yang atter in the final form, but rather
is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).
Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Discovery
Learning mempunyai prinsip yang
sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan
yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.Perbedaannya dengan discovery ialah
bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah
yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil
rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya
untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian,
sedangkan Problem Solving lebih
memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip
belajar yang nampak jelas dalam Discovery
Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai siswa didorong untuk
mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi
sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka
ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan Discovery
Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri
individu yang bersangkutan. Penggunaan Discovery
Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher
oriented ke student oriented.
Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan
dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
2. Konsep
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep,
yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner
tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah
pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan
sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang
terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep
merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir
yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan
menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas
dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif
harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana
cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic,
dan symbolic.
Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dalam Discovery
Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada
akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery
Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui
kegiatan tersebut siswaakan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal
yang bermanfaat bagi dirinya.
B. LANGKAH OPERASIONAL DL DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan
modeldiscovery learning di kelas
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
a.
Menentukan tujuan pembelajaran
b.
Melakukan identifikasi
karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c.
Memilih materi pelajaran.
d.
Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e.
Mengembangkan bahan-bahan belajar
yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f.
Mengatur topik-topik pelajaran
dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g.
Melakukan penilaian proses dan
hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
Menurut
Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik
bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa
pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru
harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan
mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b. Problem statement(pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan
(statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memberikan
kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswaakan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi
yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi. Setelah menarik kesimpulan
siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya
penguasaan pelajaran atas makna dan
kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,
serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman
itu.
C. SISTEM PENILAIAN DALAM DL
Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun
non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif,
proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa.Jika bentuk penialainnya berupa
penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery dapat menggunakan tes tertulis. Bentuk penilaiannya dapat pula menggunakan penilaian proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa.
0 comments:
Post a Comment