Pengertian Riba
Definisi Riba
![]() |
Riba |
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).
Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar
. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara bathil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Riba dalam pandangan agama
Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai
kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap
masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah
riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi.
Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai
riba.
Riba dalam agama Islam
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa
riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah
ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana
konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan
bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk
Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu
akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga
bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita
sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui
hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan
nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi
selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan
penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga
tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi,
kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang
hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah
keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian
deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba
hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba
qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan
riba nasi’ah.
- Riba Qardh
- Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
- Riba Jahiliyyah
- Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
- Riba Fadhl
- Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
- Riba Nasi’ah
- Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Riba dalam agama Yahudi
Agama Yahudi melarang praktik pengambilan bunga. Pelarangan
ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama
maupun undang-undang Talmud. Kitab Keluaran 22:25 menyatakan:
“Jika
engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu,
maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah
engkau bebankan bunga terhadapnya.” Kitab Ulangan 23:19 menyatakan:
“Janganlah
engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa
pun yang dapat dibungakan.” Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:
“Dari
orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau
memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu
di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."Kitab Imamat 35:7
menyatakan:
“Janganlah
engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut
akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau
memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau
berikan dengan meminta riba.”
Konsep Bunga di Kalangan Kristen
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini
secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang
terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan
bunga. Ayat tersebut menyatakan : “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada
orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu?
Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka
menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik
kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan
besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik
terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang
jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:
“Dari
orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau
memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu
di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.“
Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka
merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga
diimani oleh orang Kristen. St. Basil (329 - 379) menganggap mereka yang
memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil
bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga
mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
St.
Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya
pertolongan melalui pinzaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu
tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam. St.
John Chrysostom (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam
Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi
penganut Perjanjian Baru. St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan
pembelit (rentenir).
St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin. St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan. Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon): Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan. Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga. First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktikkan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin. St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan. Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon): Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan. Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga. First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktikkan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut
Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang
melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang
dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau
niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk
penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI)
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di
bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit
menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinzaman untuk memberi modal kerja
kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang
perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku
bunga pasar secara meluas. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja
membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada
ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya
dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk
undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan,
bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara
dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274). Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut : Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinzaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. Mengambil bunga dari pinzaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.
Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)
Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan
baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin
(1509-1564), Charles du Moulin (1500 - 1566), Claude Saumaise (1588-1653),
Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531).
Beberapa
pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
- Dosa apabila bunga memberatkan.
- Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
- Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
- Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana
diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif.
Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun
ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah
seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan
menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu
repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.
Pandangan Gereja Katolik
Menurut Gereja katolik pandangan mengenai Riba tidaklah
berubah dengan pendapat para pendiri gereja seperti St.Gregorius dan St. John
Chrysostom. tetapi prinsip dari riba(bunga) itulah yang berubah, karena bila
zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak dijalankan seperti
yang disebutkan oleh kitab matius 27:27 menyatakan:
"Karena
itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan
uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”
Namun,
pada zaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan
atau di investasikan.Dengan demikian, meminjamkan uang dengan “bunga yang
pantas” bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun, kalau memberikan pinjaman
dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan
keadilan.
Namun,prinsip ini pun harus di laksanakan dengan bijaksana.Misal,seseorang mempunyai uang 1 miliar dan seseorang meminjam dari orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu,pemilik uang itu harus memberikannya dengan rela. Namun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau menarik bunga dari pinjaman yang diberikan sebab sudah adanya persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinjaman tersebut. Seperti yang dilalukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.
Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan
mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna
masing-masing.
- Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
- Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan
produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan
melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di
bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya
(return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya
perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi
dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.
Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang
Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni
hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena
pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh
ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya
materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya
tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan.
Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu
kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari
harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah
disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam
kategori riba fadl.
Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta
mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana,
namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
- Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
- Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
- Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
- Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
- Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
- Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
- Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
- Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
- Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
0 comments:
Post a Comment